Popular Posts

Sunday 10 May 2015

SOCIALISM IN HISTORY

Secara luas, sosialisme merupakan paham yang menentang kemutlakan hak milik pribadi. Hak milik pribadi—terutama yang terkait dengan hal-ikwal produksi—diubah jadi hak komunal (masyarakat).


Dalam memperbincangkan sosialisme—terutama pada era pasca-Karl Marx—kita sulit menghindari obrolan tentang ajaran Karl Marx yang lazim disebut marxisme. Selain keterkaitannya demikian erat, marxisme menjadi mata air utama bagi sosialisme itu sendiri. Tokoh-tokoh sosialisme seperti Lenin, Stalin, dan Mao Tse Tung pun menjadikan marxisme sebagai acuan gerakan mereka.

Seperti uraian sebelumnya yang menyebutkan bahwa sosialisme lahir sebagai reaksi terhadap kapitalisme, maka sesungguhnya gagasan sosialisme ini telah ada sebelum era Karl Marx. Satu dari sekian tokoh sosialisme pra-Marx adalah seorang pelaku sejarah Revolusi Prancis yang bernama Noel Babeuf (1760-1767). Anggota Jacobin (fraksi radikal dalam Revolusi Prancis) ini menyerukan, agar kaum miskin bersatu memerangi kaum kaya. Babeuf mengemas sosialisme-nya dalam gagasan pendirian “Republik Rakyat Setara”, yakni republik yang meniadakan kelas-kelas di dalam masyarakat. Pada 1797, Babeuf menjalani hukum penggal kepala karena dituduh telah merencanakan gerakan radikal sosialis.

Hal yang menarik dari sosialisme ini adalah yang digagas oleh Robert Owen (1771-1858). Menjadi menarik karena sosialisme ini digagas oleh Owen yang notabene adalah pemodal. Pengusaha asal Lanark, Inggris, yang mempekerjakan sekitar 2.500 buruh ini jadi populer setelah menulis bukunya yang berjudul A New View of Society, an Essay on the Formation of Human (Pandangan Baru terhadap Masyarakat, sebuah Esai tentang Format Karakter Manusia). Owen berpendapat, karakter manusia sangat dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya. Pendapat ini tak hanya tertuang sebagai wacana dalam bukunya, tetapi juga dia praktekkan dalam kenyataan. Selaras dengan pendapatnya, Owen menutup kedai-kedai minuman yang berada di sekitar pabriknya, lantas menggantinya dengan membangun perumahan serta tempat rekreasi bagi pekerja-pekerjanya.

setelah Robert Owen, Tokoh sosialisme pra-Marx yang tak kalah menariknya adalah Saint Simon (1760-1825). Agak mirip dengan Owen, sisi menarik Simon terletak pada latarbelakang dirinya. Jika Owen berasal dari kalangan pemodal, maka Simon berasal dari kalangan bangsawan Prancis. Bangsawan yang pernah jadi anggota Pasukan Sukarela Prancis untuk perang kemerdekaan Amerika itu berpendapat, Golongan III (pekerja) berkewajiban melanjutkan pengembangan masyarakat, terutama dalam bidang ilmu pengetahuan dan industri, maka karena itu Golongan III merupakan golongan yang penting dalam masyarakat.

Gagasan sosialisme pra-Marx lainnya dituangkan seorang filsuf yang bernama Pierre Joseph Proudon (1809-1865). Dalam karya filosofisnya yang berjudul “Philosophi de la Misere” (Filsafat Kesengsaraan), Proudon menjelaskan, kesengsaraan tidak hanya disebabkan oleh alat-alat produksi, namun juga oleh uang dan sistem rente (hutang yang berbunga).Proudon tak hanya berkutat di dunia pemikiran saja. Sejak menulis “Philosophi de la Misere”, filsuf yang juga mendapatkan julukan Bapak Anarkisme Modern itu juga gigih mewujudkan konsepsi sosialisme-liberalnya secara praksis.

Tokoh sosialisme lainnya adalah Charles Fourier (1772-1837). Pemikir asal Prancis itu dalam bukunya yang berjudul “Theorie des Quatre Mouvements et Destines Generales” mengemukakan, penghuni suatu pemukiman yang berkisar antara 1600-1800 orang merupakan suatu kesatuan. 

Karl Heinrich Marx (1818-1883) lahir di kota Trier, Jerman. Tokoh penting sosialisme yang juga bapak komunisme internasional ini, tak hanya seorang teoritikus tetapi juga organisator gerakan sosialisme Jerman. Karena pandangan dan aktivitasnya, peraih gelar doktor filsafat Universitas Jena, Jerman, dan redaktur Rheinische Zeitung itu diusir dari Jerman. Marx pun pindah ke Paris. Di ibukota Prancis inilah Marx bertemu dengan Friederich Engels (1820-1899) yang ternyata memiliki pandangan politik yang sama. Di paris ini pula Marx mengalami pengusiran lagi. Marx pindah ke Brussel. Di kota inilah, pada 1847 dia pertama kali menerbitkan karya pentingnya yang berjudul “The Proverty of Philosophy” (Kemiskinan Filsafat). Tahun berikutnya, bersama Engels, dia menerbitkan “Communist Manifesto”, sebuah buku yang akhirnya menjadi bacaan dunia. Pada tahun itu juga Marx kembali ke Jeman, untuk kemudian selang beberapa bulan berikutnya diusir lagi. Marx beruntung memiliki sahabat seperti Engels. Bukan cuma membantu penelitian dan penerbitan buku-buku yang ditulisnya, Engels juga membantu biaya hidup Marx dan keluarganya. Bersama Engels ini pula, Marx menghasilkan karya terpentingnya, Das Kapital.


Marx sangat dipengaruhi pikiran-pikiran George Wilhelm Friedrich Hegel (1770-1831), seorang filsuf kelahiran Jerman yang berpendapat bahwa sejarah adalah perenungan yang panjang. Siapapun yang mempelajari sejarah dengan mendalam, menurut Hegel, pasti akan menjumpai “aturan-aturan tertentu” yang berlaku dalam sejarah. Yang dimaksud dengan “aturan-aturan tertentu” tersebut adalah pergulatan pemikiran dari satu era dengan era lainnya.
Karena dalam telaah sejarahnya, Marx menyatakan bahwa pertentangan antar-kelas hanya dapat diselesaikan dengan jalan kekerasan atau gerakan radikal, maka Marx dan Engels pun menyerukan agar kaum proletar bersatu, untuk kemudian merebut kekuasaan yang didominasi oleh kapitalis.Seruan Marx dan Engels yang berbunyi, “Kaum Buruh Sedunia Bersatulah” pada masa itu menjadi semboyan yang terkenal tidak hanya bagi kaum buruh tetapi juga bagi para penganut sosialisme. 

Demi terwujudnya revolusi yang dicita-citakan, serta demi memperkuat pentingnya melawan kapitalisme, Marx pun menuding kapitalisme-lah sebagai penyebab terjadinya keterasingan pekerja atas dirinya. Keyakinan Marx dan Engels atas dekatnya saat-saat kehancuran kapitalisme, serta datangnya waktu yang tepat untuk melakukan revolusi tersebut bisa kita endus dari ungkapan mereka dalam kata pembuka buku Communist Manifesto (1848). “Hantu tengah membayangi Eropa; hantu komunisme”, begitulah bunyi ungkapan Marx dan Engels.

Pada akhirnya, ketika masyarakat dengan tatanan baru tersebut tercipta, dan tatanan baru tersebut telah bisa dijalankan dengan baik oleh masyarakat itu, maka perlahan-lahan keberadaan negara ditiadakan. Negara yang telah lenyap itu berganti dengan lahirnya “masyarakat komunis”, atau yang populer di kalangan sosialis sebagai “masyarakat tanpa kelas”.  

Pada saat kini, sekitar seabad sesudah kematian Marx, jumlah manusia yang sedikitnya terpengaruh oleh Marxisme sudah mendekati angka 1,3 milyar banyaknya. Jumlah penganut ini lebih besar dari jumlah penganut ideologi mana pun sepanjang sejarah manusia. Bukan sekedar jumlahnya yang mutlak, melainkan juga sebagai kelompok dari keseluruhan penduduk dunia. Ini mengakibatkan kaum Komunis, dan juga sebagian yang bukan Komunis, percaya bahwa di masa depan tidak bisa tidak Marxisme akan merebut kemenangan di seluruh dunia. Namun, adalah sukar untuk memantapkan kebenarannya dengan keyakinan yang tak bergoyah.















No comments:

Post a Comment