Popular Posts

Tuesday, 6 October 2015

G 30 S PKI (?)

Pada malam 30 September - 1 Oktober 1965

"Sekelompok personil Tentara Nasional Indonesia yang menyebut diri mereka "Gerakan 30 September" menangkap dan membunuh enam jenderal Angkatan Darat yang diduga anggota gerakan anti-revolusioner "Dewan Jenderal", termasuk Panglima Angkatan Darat Ahmad Yani; target lain, Abdul Haris Nasution, lolos.Tubuh mereka, bersama dengan target lain yang ditangkap oleh G30S, dibuang ke dalam sumur di Lubang Buaya, 

Jakarta.Paginya, angkatan bersenjata menduduki Lapangan Merdeka di Jakarta Pusat. Dari Kantor Radio Republik Indonesia (RRI) di sana, Letnan Kolonel Untung Syamsuri dari Resimen Pengawal Presiden mengumumkan bahwa gerakan itu telah mengamankan beberapa tempat penting di kota dalam upaya untuk mencegah kudeta oleh Dewan Jenderal. 

Mereka juga mengumumkan bahwa Presiden Soekarno berada di bawah kekuasaan mereka.

Inti kepemimpinan gerakan ini, kemudian juga termasuk Presiden Soekarno, tinggal di pangkalan AURI di Bandara Halim Perdanakusuma.

Mayor Jenderal Soeharto, menyadari gerakan ini pada pagi hari 1 Oktober. Menjelang sore ia telah meyakinkan sebuah batalyon G30S di Lapangan Merdeka dan yang menduduki gedung RRI untuk menyerah, tanpa pertumpahan darah. Tentara loyalis di bawah Soeharto merebut kembali pangkalan AURI Halim pagi berikutnya. Pada saat itu pimpinan G30S telah melarikan diri, sementara Soekarno telah dibawa kembali ke istananya di Bogor.Dalam tahun-tahun berikutnya, Angkatan Darat Indonesia dan masyarakat umum melakukan sebuah kampanye pembalasan berdarah, membunuh atau menangkap orang-orang yang terdaftar maupun hanya diduga sebagai simpatisan PKI - termasuk sebagian besar pimpinan G30S."

itulah yang kita ketahui dari film G 30 S PKI, bukan? 

Dalam perspektif orde baru, Soekarno selalu dikaitkan dengan keberadaan partai Komunis di Indonesia. Peristiwa G 30 S / PKI benar – benar menjadi titik balik kekuasaan Soekarno. Di balik itu Soeharto lah yang seakan menjadi pahlawan penyelamat Indonesia dalam pembentukannya menjadi Negara Komunis. Pertanyaannya, apakah Soeharto benar – benar seorang pahlawan ? dan apakah Soekarno seorang Komunis, seperti yang dituduhkan pemerintah rezim Orde Baru ? mari kita simak jawabannya melalui fakta sejarah sehubungan dengan G 30 S/PKI. Dalam hal ini G 30 S/PKI sangat berhubungan erat dengan Supersemar tahun 1966 sebagai tindak lanjut dari pembersihan Negara dari partai Komunis.

Pada tanggal 30 September 1965 terjadi sebuah pemberontakan revolusioner oleh PKI, yang selanjutnya disebut sebagai Gerakan 30 September / Partai Komunis Indonesia (G 30 S/PKI).  Pemberontakan ini diawali dengan menawan 7 Jendral AD, dan selanjutnya para tawanan tersebut dibunuh secara kejam. Tidak cukup sampai disitu PKI juga merebut beberapa instansi vital pemerintah. Seperti RRI, bandara Halim Perdana Kusumah. Setelah merebut RRI, PKI menyiarkan berita tentang usaha kudeta 7 Dewan Jenderal kepada masyarakat luas. Dalam usaha kudetanya pasukan PKI yang dibawah Letkol Untung dan DN. Aidit dapat ditumpas dalam 2 hari. Penumpasan yang dipimpin oleh Soeharto dan Sarwo Edi Wibowo ini dikisahkan secara heroic dalam film G 30 S/PKI yang saat ini sudah dilarang untuk diputar. Penumpasan itu berjalan lancar dan cepat, serta terkesan menunjukkan keprofesioanalan pasukan Divisi siliwangi dibawah pimpinan Soeharto dan Sarwo Edi Wibowo. Setelah penumpasan ini masyakat luas mengutuk perbuatan PKI. Bahkan PKI sudah dianggap musuh di dalam Negara sendiri.

Dalam perkembangannya muncullah Supersemar sebagai tidak lanjut dari penumpasan pemberontakan G 30 S/PKI. Surat perintah yang berisi mandat dari Presiden  untuk Mayor Jendral Soeharto untuk membersihkan semua kabinet dari PKI dan mebubarkan PKI itu sendiri. Yang menarik untuk ditelisik adalah hubungan Soekarno dengan Soeharto sebelum Supersemar dan pasca penumpasan G 30 S/PKI. Dalam beberapa versi cerita, Soeharto sudah merencanakan creeping coup d’eat (Kudeta merangkak) kepada Soekarno. Hal ini tampak pada sikap Soeharto yang terkesan membangkang kepada perintah Soekarno, salah satunya adalah saat Soekarno meminta Soeharto untuk mendatangi rapat di Halim Perdana Kusuma. Soeharto menolak hadir dalam rapat itu, entah mengapa. Terlihat hubungan mereka kurang baik dalam beberapa waktu pasca penumpasan G 30 S/PKI. Namun anehnya mengapa mandat sepenting Supersemar justru muncul dan diberikan kepada Mayor Jendral Soeharto yang saat itu sedang tidak dalam keadaan baik hubungan diantara keduanya. Selanjutnya mandat itu berisi untuk menumpas PKI sampai ke ujung akarnya. Dalam hal ini Soekarno sendiri adalah salah satu orang yang mendukung pembentukan PKI dalam masa orde lama. Dan juga setelah supersemar dikeluarkan Soekarno meminta agar larangan pembentukan kembali PKI dicabut. Namun hal itu tentu saja ditolak oleh sang penerima mandate yaitu Soeharto. Hal ini sungguh controversial, dimana apabila mandate itu memang berisi untuk membubarkan PKI mengapa Soekarno malah merestui partai PKI untuk terbentuk kembali dengan keinginannya untuk mencabut larangan pembentukan kembali PKI. Hal – hal diatas dapat mengerucut kesebuah kesimpulan yaitu Supersemar bukanlah surat yang perintah yang benar – benar ditulis seorang presiden kepada mayor jendralnya. Namun sebuah pemaksaan kehendak dari kubu Soeharto untuk mengkudeta kepemimpinan Soekarno.

Dalam hal ini, Soekarno sendiri dianggap sebagai salah seorang komunis oleh Orde Baru. Tuduhan ini dikeluarkan secara implisit, dengan menenggelamkan peran Soekarno dan membungkam secara perlahan kepenguasaan Soekarno yang dianggap sebagai komunis. Jika dilihat secara hukum hal ini sejalan dengan isi perintah Supersemar yang beliau mandatkan kepada Soeharto. Apakah mungkin sang presiden memandatkan suatu hal yang suatu saat akan membuatnya terancam pula ? ini sungguh kontroversial. Dilain sisi, jika kita melihat sosok Soekarno lebih dalam, kita bisa melihat disisi mana sebenarnya Soekarno dalam arus gelombang pergolakan revolusi 1965 – 1966. Soekarno yang kita kenal saat ini adalah seorang negarawan yang arif dan bijaksana. Beliau memiliki sebuah cita – cita untuk menyatukan ideologi Nasionalis (demokratis), Sosialis, dan Komunisme – NASAKOM. Dalam hal ini beliau melihat ada suatu kesinambungan diantara ketiganya dan bisa untuk disatukan. Maka tidaklah heran jika Soekarno mendukung hidupnya kembali komunisme di Indonesia. Ini sering digunakan dalih Soeharto untuk menyingkirkan Soekarno karena beliau dianggap sebagai komunis. Padahal kenyataanya adalah Soekarno bukanlah seorang komunis, beliau hanyalah sebagai orang yang mendukung komunis agar kelak dapat mendampingkannya dengan ideologi lain seperti demokratis. Ini sejalan dengan cita – cita beliau untuk membentuk ideologi NASAKOM.

Dari uraian diatas dapat kita ambil sebuah benang merah. Bahwa G 30 S/PKI berhubungan erat dengan Supersemar. Dan hal yang dibahas adalah sama yaitu soal Komunisme dan penggulingan kekuasaan. Jika kita lihat, G 30 S/PKI dapat ditumpas begitu cepatnya oleh Soeharto dan Sarwo Edi Wibowo. Jika kita kaitkan dengan pola kudeta Soeharto terhadap Soekarno maka ada hubunganya. Nama Soeharto naik setelah menumpas G 30 S/PKI, dan Supersemar yang di mandatkan kepadanya seakan memperkuat posisinya di mata masyarakat luas. Apakah G 30 S/ PKI sebenarnya didalangi oleh Soeharto dan para koleganya ? sehingga dapat dengan mudah dia mendapat momentum yang tepat dimana komunis mendapat citra negative dari masyarakat sedangkan presiden Soekarno sendiri masih ingin mempertahankan komunis sebagai salah satu pendukung tujuannya untuk membentuk NASAKOM. Inilah celah yang seakan menjadi jalan bagi Soeharto untuk merebut kekuasaan presiden Soekarno. Apakah benar demikian ? bahwa G 30 S/ PKI adalah gerakan yang dimotori oleh Soeharto dan antek – anteknya ? hal ini masih belum bisa dipastikan. Karena ini hanya bersifat praduga berdasarkan pada analisis fakta yang terjadi pada kisaran waktu 1965 – 1966. Semoga kebenaran bisa terungkap.

No comments:

Post a Comment