Secara luas, sosialisme merupakan paham yang menentang
kemutlakan hak milik pribadi. Hak milik pribadi—terutama yang terkait dengan
hal-ikwal produksi—diubah jadi hak komunal (masyarakat).
Dalam memperbincangkan sosialisme—terutama pada era
pasca-Karl Marx—kita sulit menghindari obrolan tentang ajaran Karl Marx yang
lazim disebut marxisme. Selain keterkaitannya demikian erat, marxisme menjadi
mata air utama bagi sosialisme itu sendiri. Tokoh-tokoh sosialisme seperti
Lenin, Stalin, dan Mao Tse Tung pun menjadikan marxisme sebagai acuan gerakan
mereka.
Seperti uraian sebelumnya yang menyebutkan bahwa sosialisme
lahir sebagai reaksi terhadap kapitalisme, maka sesungguhnya gagasan sosialisme
ini telah ada sebelum era Karl Marx. Satu dari sekian tokoh sosialisme pra-Marx
adalah seorang pelaku sejarah Revolusi Prancis yang bernama Noel Babeuf
(1760-1767). Anggota Jacobin (fraksi radikal dalam Revolusi Prancis) ini
menyerukan, agar kaum miskin bersatu memerangi kaum kaya. Babeuf mengemas
sosialisme-nya dalam gagasan pendirian “Republik Rakyat Setara”, yakni republik
yang meniadakan kelas-kelas di dalam masyarakat. Pada 1797, Babeuf menjalani
hukum penggal kepala karena dituduh telah merencanakan gerakan radikal
sosialis.
Hal yang menarik dari sosialisme ini adalah yang digagas oleh Robert Owen (1771-1858). Menjadi menarik
karena sosialisme ini digagas oleh Owen yang notabene adalah pemodal. Pengusaha
asal Lanark, Inggris, yang mempekerjakan sekitar 2.500 buruh ini jadi populer
setelah menulis bukunya yang berjudul A New View of Society, an Essay on the Formation
of Human (Pandangan Baru terhadap Masyarakat, sebuah Esai tentang Format
Karakter Manusia). Owen berpendapat, karakter manusia sangat dipengaruhi oleh
lingkungan sosialnya. Pendapat ini tak hanya tertuang sebagai wacana dalam
bukunya, tetapi juga dia praktekkan dalam kenyataan. Selaras dengan
pendapatnya, Owen menutup kedai-kedai minuman yang berada di sekitar pabriknya,
lantas menggantinya dengan membangun perumahan serta tempat rekreasi bagi
pekerja-pekerjanya.
setelah Robert Owen, Tokoh sosialisme pra-Marx yang tak kalah menariknya adalah
Saint Simon (1760-1825). Agak mirip dengan Owen, sisi menarik Simon terletak
pada latarbelakang dirinya. Jika Owen berasal dari kalangan pemodal, maka Simon
berasal dari kalangan bangsawan Prancis. Bangsawan yang pernah jadi anggota
Pasukan Sukarela Prancis untuk perang kemerdekaan Amerika itu berpendapat,
Golongan III (pekerja) berkewajiban melanjutkan pengembangan masyarakat,
terutama dalam bidang ilmu pengetahuan dan industri, maka karena itu Golongan
III merupakan golongan yang penting dalam masyarakat.
Gagasan sosialisme pra-Marx lainnya dituangkan seorang
filsuf yang bernama Pierre Joseph Proudon (1809-1865). Dalam karya filosofisnya
yang berjudul “Philosophi de la Misere” (Filsafat Kesengsaraan), Proudon
menjelaskan, kesengsaraan tidak hanya disebabkan oleh alat-alat produksi, namun
juga oleh uang dan sistem rente (hutang yang berbunga). Proudon tak hanya berkutat di dunia pemikiran saja. Sejak
menulis “Philosophi de la Misere”, filsuf yang juga mendapatkan julukan Bapak
Anarkisme Modern itu juga gigih mewujudkan konsepsi sosialisme-liberalnya
secara praksis.
Tokoh sosialisme lainnya
adalah Charles Fourier (1772-1837). Pemikir asal Prancis itu dalam bukunya yang
berjudul “Theorie des Quatre Mouvements et Destines Generales” mengemukakan,
penghuni suatu pemukiman yang berkisar antara 1600-1800 orang merupakan suatu
kesatuan.
Karl Heinrich Marx (1818-1883) lahir di kota Trier, Jerman.
Tokoh penting sosialisme yang juga bapak komunisme internasional ini, tak hanya
seorang teoritikus tetapi juga organisator gerakan sosialisme Jerman. Karena pandangan dan aktivitasnya, peraih gelar doktor
filsafat Universitas Jena, Jerman, dan redaktur Rheinische Zeitung itu diusir
dari Jerman. Marx pun pindah ke Paris. Di ibukota Prancis inilah Marx bertemu
dengan Friederich Engels (1820-1899) yang ternyata memiliki pandangan politik
yang sama. Di paris ini pula Marx mengalami pengusiran lagi. Marx
pindah ke Brussel. Di kota inilah, pada 1847 dia pertama kali menerbitkan karya
pentingnya yang berjudul “The Proverty of Philosophy” (Kemiskinan Filsafat). Tahun
berikutnya, bersama Engels, dia menerbitkan “Communist Manifesto”, sebuah buku
yang akhirnya menjadi bacaan dunia. Pada tahun itu juga Marx kembali ke Jeman,
untuk kemudian selang beberapa bulan berikutnya diusir lagi. Marx beruntung memiliki sahabat seperti Engels. Bukan cuma
membantu penelitian dan penerbitan buku-buku yang ditulisnya, Engels juga
membantu biaya hidup Marx dan keluarganya. Bersama Engels ini pula, Marx
menghasilkan karya terpentingnya, Das Kapital.
Marx sangat dipengaruhi pikiran-pikiran George Wilhelm
Friedrich Hegel (1770-1831), seorang filsuf kelahiran Jerman yang berpendapat
bahwa sejarah adalah perenungan yang panjang. Siapapun yang mempelajari sejarah
dengan mendalam, menurut Hegel, pasti akan menjumpai “aturan-aturan tertentu”
yang berlaku dalam sejarah. Yang dimaksud dengan “aturan-aturan tertentu”
tersebut adalah pergulatan pemikiran dari satu era dengan era lainnya.
Karena dalam telaah sejarahnya, Marx menyatakan bahwa
pertentangan antar-kelas hanya dapat diselesaikan dengan jalan kekerasan atau
gerakan radikal, maka Marx dan Engels pun menyerukan agar kaum proletar
bersatu, untuk kemudian merebut kekuasaan yang didominasi oleh kapitalis. Seruan Marx dan Engels yang berbunyi, “Kaum Buruh Sedunia
Bersatulah” pada masa itu menjadi semboyan yang terkenal tidak hanya bagi kaum
buruh tetapi juga bagi para penganut sosialisme.
Demi terwujudnya revolusi yang dicita-citakan, serta demi
memperkuat pentingnya melawan kapitalisme, Marx pun menuding kapitalisme-lah
sebagai penyebab terjadinya keterasingan pekerja atas dirinya. Keyakinan Marx dan Engels atas dekatnya saat-saat kehancuran
kapitalisme, serta datangnya waktu yang tepat untuk melakukan revolusi tersebut
bisa kita endus dari ungkapan mereka dalam kata pembuka buku Communist
Manifesto (1848). “Hantu tengah membayangi Eropa; hantu komunisme”, begitulah
bunyi ungkapan Marx dan Engels.
Pada akhirnya, ketika
masyarakat dengan tatanan baru tersebut tercipta, dan tatanan baru tersebut
telah bisa dijalankan dengan baik oleh masyarakat itu, maka perlahan-lahan
keberadaan negara ditiadakan. Negara yang telah lenyap itu berganti dengan
lahirnya “masyarakat komunis”, atau yang populer di kalangan sosialis sebagai
“masyarakat tanpa kelas”.
Pada saat kini, sekitar seabad sesudah kematian Marx, jumlah
manusia yang sedikitnya terpengaruh oleh Marxisme sudah mendekati angka 1,3
milyar banyaknya. Jumlah penganut ini lebih besar dari jumlah penganut ideologi
mana pun sepanjang sejarah manusia. Bukan sekedar jumlahnya yang mutlak,
melainkan juga sebagai kelompok dari keseluruhan penduduk dunia. Ini
mengakibatkan kaum Komunis, dan juga sebagian yang bukan Komunis, percaya bahwa
di masa depan tidak bisa tidak Marxisme akan merebut kemenangan di seluruh
dunia. Namun, adalah sukar untuk memantapkan kebenarannya dengan keyakinan yang
tak bergoyah.
No comments:
Post a Comment